image

Monkey Pox

Beberapa minggu terakhir ini, dunia kesehatan Indonesia dihebohkan dengan kasus Monkeypox yang terjadi di Singapura. Berdasarkan siaran pers Kementrian Kesehatan Singapura pada tanggal 9 Mei 2019, telah terjadi satu kasus konfirmasi Monkeypox pertama di Singapura. Kasus adalah seorang warga Negara Nigeria yang berkunjung ke Singapura pada tanggal 28 April 2019 dan dinyatakan positif terkena infeksi Monkeypox virus (MPX) pada tanggal 8 Mei 2019. Kasus dan 23 orang kontak dengannya telah di karantina. Di Indonesia sendiri, belum ada laporan temuan kasus Monkeypox namun Kementrian Kesehatan Republik Indonesia telah mengeluarkan surat edaran Nomor SR.03.04/II/1169/2019 tentang kewaspadaan Importasi Penyakit Monkeypox.

Monkeypox sebenarnya bukanlah penyakit baru. Pada tahun 1970, sebuah virus genus orthopoxvirus yang tidak dikenal dan kemudian disebut monkeypox virus, teridentifikasi pertama kali pada manusia. Kasus pertama ditemukan di Republik Kongo, ketika seorang anak laki-laki ditemukan menderita suatu penyakit yang mirip cacar air (smallpox), yang kemudian terkonfirmasi sebagai infeksi Monkeypox virus pada manusia oleh WHO. Di kalangan masyarakat luas, terjadi salah persepsi mengenai penyakit ini. Kebanyakan orang menyebut penyakit ini sebagai “cacar monyet”. Monkeypox dan cacar monyet sebenarnya adalah penyakit yang berbeda. Cacar monyet sendiri dalam istilah medis dikenal dengan penyakit impetigo bullosa yang disebabkan oleh bakteri. Berbeda jauh dengan penyakit Monkeypox yang sebenarnya disebabkan oleh virus meskipun manifestasi klinis yang nampak hampir menyerupai.

Penyakit ini  awalnya hanya terbatas pada daerah hutan hujan Afrika Barat dan Tengah, hingga pada akhirnya ditemukan laporan kasus pada tahun 2003 di Amerika. Monkeypox banyak mengenai anak-anak usia kurang dari 15 tahun dan tidak dipengaruhi oleh ras maupun jenis kelamin. Penyebaran virus ini pada awalnya bersifat zoonotic (ditularkan melalui hewan). Hewan pembawa yang diduga adalah kelinci, tupai, monyet dan beberapa hewan pengerat lainnya.

Transmisi diperkirakan dari kontak langsung dengan hewan terinfeksi saat proses kontak dengan mukosa, gigitan, cakaran, kontak dengan darah, ataupun saat proses pengolahan daging hewan pembawa yang tidak matang. Penularan antar manusia diduga terjadi melalui sekret pernapasan maupun kontak dengan mukosa. Faktor risiko penularan antarmanusia diperkirakan akibat lingkungan padat penduduk, hygiene yang tidak baik, serta sistem imunitas yang menurun.

Masa inkubasi penyakit ini berkisar 12 hari (range 4-20 hari). Gejala klinis yang muncul biasa berupa demam  yang disertai menggigil dan keringat, nyeri kepala hebat, nyeri punggung dan otot, lemas, penurunan nafsu makan, nyeri menelan, sesak nafas, dan batuk (dengan atau tanpa dahak). Pembesaran kelenjar getah bening dapat terjadi dalam 2-3 hari pasca demam. Kebanyakan pasien akan mengalami ruam kemerahan (stadium erupsi) dalam 1 – 10 hari dari demam.  Ruam biasa muncul diawali dari wajah dan menyebar ke seluruh tubuh. Ruam kemudian mengalami progresi membentuk lepuh vesikel (berisi cairan) dan pustul (berisi nanah) yang pada akhirnya membentuk keropeng, dan mengalami deskuamasi serta pembentukan jaringan parut (skar). Ukuran lesi bervariasi antara 3-15 mm. Lesi lebih bersifat gatal dibandingkan nyeri. Komplikasi yang bisa terjadi dapat berupa pembentukan jaringan parut, infeksi sekunder oleh bakteri, radang paru-paru, gagal nafas, radang kornea, kebutaan, sepsis, hingga radang otak.

Penyakit ini bersifat self-limitting disease (sembuh sendiri tanpa pengobatan). Resolusi terjadi dalam waktu 2-4 minggu. Pengobatan kasus yang berat memerlukan rawat inap dengan isolasi. Pada kasus ringan, hanya dilakukan bed rest dan suportif (simptomatik). Vaksinasi smallpox sebagai pencegahan  direkomendasikan pada kasus paparan yang kurang dari 2 minggu setelah paparan (ideal dalam waktu 4 hari)

Angka kematian bervariasi antara 1-10%. Angka kematian sendiri cukup tinggi dilaporkan di Afrika dan kebanyakan pada anak-anak. Kematian biasanya berkaitan dengna infeksi sekunder. Kasus tanpa komplikasi akan mengalami perbaikan dalam waktu 2-4 minggu namun menyisakan bekas skar (bopeng). Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan perilaku hidup bersih dan sehat, yaitu berupa cuci tangan dengan sabun, menghindari kontak dengan hewan-hewan liar,tikus, atau primata, memasak daging hewan hingga matang, dan segera melaporkan ke petugas kesehatan bila menemukan atau mengalami gejala-gejala penyakit Monkeypox.

 

picture source by google.com